12/09/12
TEMPO.CO, Bandung - Pertama kali ikut, tim pelajar Indonesia berhasil meraih medali perak di ajang International Geography Olympiad di Cologne, Jerman. Mereka juga menyabet penghargaan The Best Presentation untuk studi kasus karst di wilayah Gunung Kidul, Yogyakarta.
"Panitia di Jerman kaget karena tim pelajar Indonesia bisa langsung sejajar dengan tim negara lain yang telah lama ikut Olimpiade ini," kata ketua tim, Samsul Bachri, di gedung Rektorat ITB, Senin, 10 September 2012.
Tim pelajar Indonesia terdiri dari empat orang. Peraih medali perak, Bintang Rahmat Wananda, baru lulus dari SMAN 8 Jakarta dan kini kuliah di Fakultas Ilmu Teknologi Kebumian ITB. Mohammad Anja Istala juga baru lulus dari SMA Krida Nusantara dan sekarang kuliah di jurusan Geologi Universitas Gadjah Mada. Sedangkan Adnan Jati Satria masih pelajar SMA Krida Nusantara, Bandung, serta Mohammad Ridwan yang juga masih bersekolah di SMA Bilingual Boardingschool Sragen, Jawa Tengah.
Menurut Samsul, prestasi pelajar Indonesia ini sejajar dengan tim negara Selandia Baru, Belanda, Inggris, Rusia, Cina, dan Taiwan. Total peserta 124 pelajar dari 32 negara. "Medali emas banyak diraih tim negara-negara Eropa Timur, seperti Rumania, Latvia, Republik Cek," kata dosen di Fakultas Ilmu Teknologi Kebumian ITB itu.
International Geography Olympiad yang khusus bagi pelajar berusia 16-19 tahun itu digelar dua tahunan sejak 1996 di Belanda. Olimpiade ke-9 digelar di Cologne, Jerman, pada 21-27 Agustus 2012. Total ada 10 medali emas, 21 perak, dan 31 perunggu. Tujuan Olimpiade ini untuk merangsang dan meningkatkan perhatian anak muda untuk mempelajari geografi dan lingkungan.
Seleksi anggota tim berdasarkan kompetisi Ilmu Kebumian di ITB yang diikuti 45 pelajar dari berbagai daerah di Indonesia. Syarat peserta yaitu lolos Olimpiade kebumian tingkat nasional dan juara Olimpiade geografi yang diadakan Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Indonesia, dan Universitas Gadjah Mada, serta sekolah berstandar internasional.
"Kami pilih empat peserta dengan skor tertinggi untuk membuat tim," katanya. Tim kemudian dibina selama satu bulan.
Pengiriman tim yang dibina dosen-dosen Ilmu Kebumian ITB dan Asosiasi Pendidik Geografi Indonesia ini tergolong nekat. Prosesnya baru dimulai Januari 2012. Mereka tak mendapat dana persiapan dan keberangkatan dari kas negara. Samsul dan kawan-kawan mencari dana sendiri ke sejumlah pihak, di antaranya Bank Jabar Banten, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Umum, dan juga dari orang tua dan sekolah.
"Tahun depan, kami upayakan bisa dianggarkan kementerian di APBN," ujarnya.
Salah seorang anggota tim, Bintang Rahmat Wananda, mengatakan soal tes Olimpiade itu harus mereka jawab dengan bahasa Inggris. Begitu pun saat pemaparan studi kasus. Soal terbagi tiga dengan bobot penilaian berbeda. Tes tertulis bernilai 40 persen, tes multimedia 20 persen, dan tes kerja lapangan 40 persen.
"Saya agak mikir di soal geografi sosial, seperti populasi dan dinamika penduduk," kata lulusan jurusan IPA ini.
Rencananya, Olimpiade geografi internasional itu tahun depan akan digelar setahun sekali. Pada 30 Juli hingga 5 Agustus 2013, ajang itu bakal digelar di Kyoto, Jepang.
0 komentar:
Posting Komentar